DETEKSI DINI DAN SKRENING AUTIS
Oleh:
Dr Widodo Judarwanto SpA
telp : (021) 70081995 - 4264126 - 31922005
email : wido25@hotmail.com
htpp://www.alergianak.bravehost.com
ABSTRAK
Autis adalah gangguan
perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan
keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi
sosial.
Jumlah anak yang terkena autis
semakin meningkat pesat dalam dekade terakhir ini. Dengan adanya metode
diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan
terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah penyandang autis semakin
mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan
menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.
Penyandang autis yang memiliki
kesempatan terdiagnosis lebih awal memungkinkan tatalaksana yang lebih dini
dengan hasil yang lebih baik. Deteksi dini sangat penting dan berpengaruh
terhadap prognosis penyandang. Upaya deteksi dini yang optimal diperlukan
kerjasama peranan orang dan dokter baik dokter umum atau dokter anak dalam
melakukan skrening terhadap penyandang yang dicurigai autis.
PENDAHULUAN
Kata autis berasal dari bahasa
Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan pada seseorang yang
menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya
penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang
melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan
situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau
tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang,
bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada
penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari
Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943
berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan
berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan
cara berkomunikasi yang aneh.
Autis adalah gangguan
perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan
keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi
sosial. Autis dapat terjadipada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa
dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya
di dunia.
Jumlah anak yang terkena autis
semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Di Kanada dan Jepang
pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun
2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Di Amerika Serikat
disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun.
Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang,
bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun
2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autis meningkat sangat pesat, dicurigai 1
diantara 10 anak menderita autisma. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga
saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun
diperkirakanjumlah anak autis dapat mencapai 150 --200 ribu orang.Perbandingan
antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena
akan menunjukkan gejala yang lebih berat.
PENYEBAB AUTIS
Penyebab autis belum diketahui
secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial.
Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain
berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya
berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah
atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan
kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan
fisik termasuk autis.
Beberapa teori yang didasari
beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari penyebab dan proses
terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis adalah : teori kelebihan
Opioid, teori Gulten-Casein (celiac), Genetik (heriditer), teori
kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin, teori metilation, teori
Imunitas, teori Autoimun dan Alergi makanan, teori Zat darah penyerang kuman ke
Myelin Protein Basis dasar, teori Infeksi karena virus Vaksinasi, teori Sekretin,
teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), teori
paparan Aspartame, teori kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan teori
orphanin Protein: Orphanin.
Walaupun paparan logam berat (air
raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya sebagian kecil saja yang mengalami
gejala autism. Hal ini mungkin berkaitan dengan teori genetik, salah satunya
berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa penelitian anak autism tampaknya
didapatkan ditemukan adanya gangguan netabolisme metalotionin. Metalotionon
adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh dalam
mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat
memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas tersebut
air raksa memiliki afinitas yang paling kuar dengan terhadam metalotianin
dibandingkan logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc.
Berdasarkan beberapa penelitian
yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan bahwa gangguan metalotianin
disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah : defisiensi Zinc, jumlah
logam berat yang berlebihan, defisiensi sistein, malfungsi regulasi element
Logam dan kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk netalotianin
Perdebatan yang terjadi akhir
akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis yang disebabkan oleh
vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari
Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR
(measles, mumps rubella ) dan autisme. Banyak penelitian lainnya yang dilakukan
dengan populasi yang lebih besar dan luas memastikan bahwa imunisasi MMR tidak
menyebabkan Autis. Beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan
bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi
didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi,
dia dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang
terkena autis disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi.
Penelitian dalam jumlah besar dan luas
tentunya lebih bisa dipercaya dibandingkan laporan beberapa kasus yang
jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum. Namun penelitian secara khusus
pada penyandang autis, memang menunjukkan hubungan tersebut meskipun bukan
merupakan sebab akibat.
Banyak pula ahli melakukan
penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada jauh hari sebelum bayi
dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan
dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier,
ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir yang
disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat
terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya,
Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang
mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada
semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
Karin Nelson, ahli neorology
Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak dari contoh darah bayi
yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein
yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang
kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang
menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autisme terjadi
sebelum kelahiran bayi.
Saat ini, para pakar kesehatan di
negara besar semakin menaruh perhatian terhadap kelainan autis pada anak.
Sehingga penelitian terhadap autism semakin pesat dan berkembang. Sebelumnya,
kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang
otoriter terhadap anaknya. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan
penelitian mengenai penyebab autis secara genetik, neuroimunologi dan
metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya
tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut
berkembang menjadi anak autisme. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam
menemukan penyebab utama autis sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.
MANIFESTASI KLINIS AUTIS
Autis adalah gangguan
perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan
keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa,
perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial, perasaan sosial dan
gangguan dalam perasaan sensoris.
Gangguan dalam komunikasi verbal
maupun nonverbal meliputi kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama
sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya
dengan arti yang lazim digunakan.Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh
dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-kata yang tidak dapat
dimengerti orang lain ("bahasa planet"). Tidak mengerti atau tidak
menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo),
menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicaranya monoton seperti
robot. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi dan imik datar
Gangguan dalam bidang interaksi
sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak
menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau
menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan tangan orang yang
terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. Tidak berbagi
kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh. Bila
menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang lain dan mengharapkan tangan
tersebut melakukan sesuatu untuknya.
Gangguan dalam bermain
diantaranya adalah bermain sangat monoton dan aneh misalnya menderetkan sabun
menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati
dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada
kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau
mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang
menarik seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya Tidak spontan,
reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan
temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura. Sering
memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang
bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas
sehari hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila
bepergian harus melalui rute yang sama.
Gangguan perilaku dilihat dari
gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan
barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila
masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia akan membuka semua
pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah. Mengulang suatu
gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga
sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau membenturkan kepala
di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk
diam bengong dengan tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat
sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak
dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau
dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku
lainnya.
Gangguan perasaan dan emosi dapat
dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab
nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak
mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sering mengamuk tak terkendali (temper
tantrum)bila keinginannya tidak didapatkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan
merusak.. Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain
Gangguan dalam persepsi sensoris
meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman
dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau
mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup
telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Meraskan tidak nyaman bila
diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong
sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan. Tidak menyukai rabaan atau
pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
DIAGNOSIS AUTISM
Menegakkan diagnosis autism
memang tidaklah mudah karena membutuhkan kecermatan, pengalaman dan mungkin
perlu waktu yang tidak sebentar untuk pengamatan. Sejauh ini tidak ditemukan
tes klinis yang dapat mendiagnosa langsung autisme. Untuk menetapkan diagnosis
gangguan autism para klinisi sering menggunakan pedoman DSM IV.Gangguan Autism
didiagnosis berdasarkan DSM-IV.
DiagnosIs yang paling baik adalah
dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah
laku dan tingkat perkembangannya. Banyak tanda dan gejala perilaku seperti
autism yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis. Pemeriksaan klinis
dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya
penyebab lain tersebut.
Karena karakteristik dari
penyandang autis ini banyak sekali ragamnya sehingga cara diagnosa yang paling
ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti
ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa,
ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autis.
Dokter ahli atau praktisi
kesehatan profesional yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan dan wawasan
mengenai autisme akan mengalami kesulitan dalam men-diagnosa autisme. Kadang
kadang dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional keliru melakukan
diagnosa dan tidak melibatkan orang tua sewaktu melakukan diagnosa. Kesulitan
dalam pemahaman autisme dapat menjurus pada kesalahan dalam memberikan
pelayanan kepada penyandang autisme yang secara umum sangat memerlukan
perhatian yang khusus dan rumit.
Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil mutlak
dari kemampuan dan perilaku seorang anak. Masukkan dari orang tua mengenai
kronologi perkembangan anak adalah hal terpenting dalam menentukan keakuratan
hasil diagnosa. Secara sekilas, penyandang autis dapat terlihat seperti anak
dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau
bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua
gejala tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan.
Karenanya sangatlah penting untuk
membedakan antara autis dengan yang lainnya sehingga diagnosa yang akurat dan
penanganan sedini mungkin dapat dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat.
DETEKSI DINI
Meskipun sulit namun tanda dan
gejala autism sebenarnya sudah bisa diamati sejak dini bahkan sejak sebelum
usia 6 bulan.
1. DETEKSI DINI SEJAK DALAM KANDUNGAN
Sampai sejauh ini dengan kemajuan
tehnologi kesehatan di dunia masih juga belum mampu mendeteksi resiko autism
sejak dalam kandungan. Terdapat beberapa pemeriksaan biomolekular pada janin
bayi untuk mendeteksi autism sejak dini, namun pemeriksaan ini masih dalam
batas kebutuhan untuk penelitian.
2. DETEKSI DINI SEJAK LAHIR HINGGA USIA 5 TAHUN
Autisma agak sulit di diagnosis
pada usia bayi. Tetapi amatlah penting untuk mengetahui gejala dan tanda
penyakit ini sejak dini karena penanganan yang lebih cepat akan memberikan
hasil yang lebih baik. Beberapa pakar kesehatanpun meyakini bahwa merupahan hal
yang utama bahwa semakin besar kemungkinan kemajuan dan perbaikan apabila
kelainan pada anak ditemukan pada usia yang semakin muda
Ada beberapa
gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia :
USIA 0 - 6 BULAN
1.
Bayi
tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2.
Terlalu
sensitif, cepat terganggu/terusik
3.
Gerakan
tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
4.
Tidak
"babbling"
5.
Tidak
ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
6.
Tidak
ada kontak mata diatas umur 3 bulan
7.
Perkembangan
motor kasar/halus sering tampak normal
USIA 6 - 12 BULAN
1.
Bayi
tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2.
Terlalu
sensitif, cepat terganggu/terusik
3.
Gerakan
tangan dan kaki berlebihan
4.
Sulit
bila digendong
5.
Tidak
"babbling"
6.
Menggigit
tangan dan badan orang lain secara berlebihan
7.
Tidak
ditemukan senyum sosial
8.
Tidak
ada kontak mata
9.
Perkembangan
motor kasar/halus sering tampak normal
USIA 6 - 12 BULAN
1.
Kaku
bila digendong
2.
Tidak
mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
3.
Tidak
mengeluarkan kata
4.
Tidak
tertarik pada boneka
5.
Memperhatikan
tangannya sendiri
6.
Terdapat
keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
7.
Mungkin
tidak dapat menerima makanan cair
USIA 2 - 3 TAHUN
1.
Tidak
tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
2.
Melihat
orang sebagai "benda"
3.
Kontak
mata terbatas
4.
Tertarik
pada benda tertentu
5.
Kaku
bila digendong
USIA 4 - 5 TAHUN
1.
Sering
didapatkan ekolalia (membeo)
2.
Mengeluarkan
suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
3.
Marah
bila rutinitas yang seharusnya berubah
4.
Menyakiti
diri sendiri (membenturkan kepala)
5.
Temperamen
tantrum atau agresif
DETEKSI DINI
DENGAN SKRENING
Beberapa ahli perkembangan anak
menggunakan klarifikasi yang disebut sebagai Zero to three's Diagnostic
Classification of Mental Health and Development Disorders of Infacy and early
Childhood. DC-0-3 menggunakan konsep bahwa proses diagnosis adalah proses
berkelanjutan dan terus menerus, sehingga dokter yang merawat dalam pertambahan
usia dapat mendalami tanda, gejala dan diagnosis pada anak. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan secara cepat, tapi harus melalui pengamatan yang cermat dan
berulang-ulang. Dalam penegakkan diagnosis harus berkerjasama dengan orangtua
dengan mengamati perkembangan hubungan anak dengan orangtua dan lingkungannya.
Konsep DC
0-3 tersebut digunakan karena pengalaman kesulitan dalam mendiagnosis Autis
atau gangguan perilaku sejenisnya di bawah 3 tahun, khususnya yang mempunyai
gejala yang belum jelas. Faktor inilah yang menyulitkan apabila anak
didiagnosis autism terlalu dini, padahal dalam perkembangannya mungkin saja
gangguan perkembanagn tersebut ada kecenderungan membaik atau menghilang.
Sehingga kalau anaknya didiagnosis Autism adalah sesuatu yang berat bagi orang
tua, seolah-olah sudah tidak harapan bagi si anak.
MSDD (Multisystem Developmental Disorders)
MSDD (Multisystem Developmental Disorders)
adalah diagnosis gangguan perkembangan dalam hal kesanggupannya berhubungan,
berkomunikasi, bermain dan belajar. Gangguan MSDD tidak menetap seperti
gangguan pada Autistis Spectrum Disorders, tetapi sangat mungkin untuk terjadi
perubahan dan perbaikkan. Pengertian MSDD meliputi gangguan sensoris multipel
dan interaksi sensori motor. Gejala MSDD meliputi : gangguan dalam berhubungan
sosial dan emosional dengan orang tua atau pengasuh, gangguan dalam
mempertahankan dan mengembangkan komunikai, gangguan dalam proses auditory dan
gangguan dalam proses berbagai sensori lain atau koordinasi motorik
Pervasive Developmental Disorders Screening Test PDDST - II
PDDST-II adalah salah satu alat
skrening yang telah dikembangkan oleh Siegel B. dari Pervasive Developmental
Disorders Clinic and Laboratory, Amerika Serikat sejak tahun 1997. Perangkat
ini banyak digunakan di berbagai pusat terapi gangguan perliaku di dunia.
Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang cukup baik sebagai alat bantu
diagnosis atau skrening Autis.
Skrening dilakukan pada umur 12-18 bulan
1.
Apakah
bayi anda sering terlihat bosan atau tidak berminat terhadap pembicaraan atau
suatu aktivitas di sekitarnya?
2.
Apakah
anak anda sering mengerjakan suatu pekerjaan atau bermain dengan suatu benda,
yang dilakukannya berulang-ulang dalam waktu yang lama, sehingga anda merasa
heran mengapa anak seumurnya dapat berkonsentrasi sangat baik?
3.
Apakah
anda memperhatikan bahwa anak anda dapat sangat awas terhadap suara tertentu
misalnya iklan di TV, tetapi seperti tidak mendengar suara lain yang sama
kerasnya, bahkan tidak menoleh bila dipanggil?
4.
Apakah
anda merasa bahwa perkembangan anak (selain perkembangan kemampuan berbicara)
agak lambat (misalnya terlambat berjalan)?
5.
Apakah
anak anda hanya bermain dengan satu atau dua mainan yang disukainya saja hampir
sepanjang waktunya, atau tidak berminat terhadap mainan?
6.
Apakah
anak anda sangat menyukai maraba suatu benda secara aneh, misalnya meraba-raba
berbagai tekstur seperti karpet atau sutera?
7.
Apakah
ada seseorang yang menyatakan kekuatiran bahwa anak anda mungkin mengalami
gangguan pendengaran?
8.
Apakah
anak anda senang memperhatikan dan bermain dengan jari-jarinya?
9.
Apakah
anak anda belum dapat atau tidak dapat menyatakan keinginannya, baik dengan
menggunakan kata-kata atau dengan menunjuk menggunakan jarinya?
Skrening pada umur 18-24
bulan
1.
Apakah
anak anda tampaknya tidak berminat untuk belajar bicara?
2.
Apakah
anak anda seperti tidak mempunyai rasa takut terhadap benda atau binatang yang
berbahaya?
3.
Bila
anda mencoba menarik perhatiannya, apakah kadang-kadang anda merasa bahwa ia
menghindari menatap mata anda?
4.
Apakah
anak anda suka digelitik dan berlari bersama, tetapi tidak menyukai bermain
"ciluk-ba"
5.
Apakah
ia pernah mengalami saat-saat ia menjadi kurang berminat terhadap mainan?
6.
Apakah
ia menghindari atau tidak menyukai boneka atau mainan berbulu?
7.
Apakah
ia tidak suka bermain dengan boneka atau mainan berbulu?
8.
Apakah
ia terpesona pada sesuatu yang bergerak, misalnya membuka-buka halaman buku,
menuang pasir, memutar roda mobil-mobilan atau memperhatikan gerakan air?
9.
Apakah
anda merasa bahwa kadang-kadang anak anda tidak peduli apakah anda berada atau
tidak ada di sekitarnya?
10.
Apakah
kadang-kadang suasana hatinya berubah tiba-tiba tanpa alasan yang jelas?
11.
Apakah
ia mengalami kesulitan untuk bermain dengan mainan baru, walaupun setelah
terbiasa ia dapat bermain dengan mainan tersebut?
12.
Apakah
ia pernah berhenti menggunakan mimik yang sudah pernah dikuasainya, seperti
melambaikan tangan untuk menyatakan da-dah, mencium pipi, atau menggoyangkan
kepala untuk menyatakan tidak?
13.
Apakah
anak anda sering melambaikan tangan ke atas dan ke bawah di samping atau di
depan tubuhnya seperti melambai-lambai bila merasa senang?
14.
Apakah
anak anda menangis bila anda pergi, tetapi seperti tidak peduli saat anda
datang kembali?
Penafsiran :
Bila ada 3 atau lebih jawaban "Ya" untuk nomor ganjil di
antara semua pertanyaan tersebut, anak harus diperiksa lebih lanjut untuk menentukan
apakah ia mengalami autisme.
Bila ada 3 atau lebih jawaban
"Ya" untuk nomor genap di antara semua pertanyaan tersebut, anak
harus diperiksa apakah ia mengalami gangguan perkembangan selain autisme.
DETEKSI AUTISM DENGAN CHAT (Checklist Autism in Toddlers, di atas usia 18
bulan).
Terdapat beberapa perangkat
diagnosis untuk skreening (uji tapis) pada penyandang autism sejak usia 18
bulan sering dipakai di adalah CHAT (Checklist Autism in Toddlers). CHAT
dikembangkan di Inggris dan telah digunakan untuk penjaringan lebih dari 16.000
balita. Pertanyaan berjumlah 14 buah meliputi aspek-aspek : imitation, pretend
play, and joint attention. Menurut American of Pediatrics, Committee on
Children With Disabilities. Technical Report : The Pediatrician's Role in
Diagnosis and Management of Autistic Spectrum Disorder in Children. Pediatrics
!107 : 5, May 2001)
BAGIAN A.
Alo - anamnesis (keterangan yang ditanyakan dokter dan diberikan oleh orang tua
atau orang lain yang biasa mengasuhnya)
1.
Senang
diayun-ayun atau diguncang guncang naik-turun (bounced) di lutut ?
2.
Tertarik
(memperhatilan) anak lain ?
3.
Suka
memanjat benda-benda, seperti mamanjat tangga ?
4.
Bisa
bermain cilukba, petak umpet ?
5.
Pernah
bermain seolah-olah membuat secangkir teh menggunakan mainan berbentuk cangkir
dan teko, atau permainan lain ?
6.
Pernah
menunjuk atau menerima sesuatu dengan menunjukkan jari ?
7.
Pernah
menggunakan jari untuk menunjuk ke sesuatu agar anda melihat ke sana ?
8.
Dapat
bermain dengan mainan yang kecil (mobil mainan atau balok-balok) ?
9.
Pernah
memberikan suatu benda untuk menunjukkan sesuatu ?
BAGIAN B. Pengamatan
1.
Selama
pemeriksaan apakah anak menatap (kontak mata dengan) pemeriksa ?
2.
Usahakan
menarik perhatian anak, kemudian pemeriksa menunjuk sesuatu di ruangan pemeriksaan
sambil mengatakan : "Lihat, itu. Ada
bola (atau mainan lain)" Perhatikan mata anak, apakah anak melihat ke
benda yang ditunjuk. Bukan melihat tangan pemeriksa
3.
Usahakan
menarik perhatian anak, berikan mainan gelas / cangkir dan teko. Katakan pada
anak anda : "Apakah kamu bisa membuatkan secangkir susu untuk mama ?"
Diharapkan anak seolah-olah membuat minuman, mengaduk, menuang, meminum. Atau
anak mampu bermain seolah-olah menghidangkan makanan, minuman, bercocok tanam,
menyapu, mengepel dll.
4.
Tanyakan
pada anak : " Coba tunjukkan mana 'anu' (nama benda yang dikenal anak dan
ada disekitar kita). Apakah anak menunjukkan dengan jarinya ? Atau sambil
menatap wajah anda ketika menunjuk ke suatu benda ?
5.
Dapatkah
anak anda menyusun kubus / balok menjadi suatu menara ?
Interpretasi
1.
Risiko
tinggi menderita autis : bila tidak bisa melakukan A5, A7, B2, B3, dan B4
2.
Risiko
kecil menderita autis : tidak bisa melakukan A7 dan B4
3.
Kemungkinan
gangguan perkembangan lain : tidak bisa melakukan >3
4.
Dalam
batas normal : tidak bisa melakukan <3 span="">3>
Keterangan :
Pertanyaan A5, 7 dan B2, 3, 4 paling penting. Anak yang tidak bisa melakukan
hal-hal tersebut ketika di uji 2 kali (jarak 1 bulan) semua kemudian
terdiagnosis sebagai autis ketika berumur 20 - 42 bulan. Tetapi anak dengan
keterlambatan perkembangan yang menyeluruh juga tidak bisa melakukannya. Oleh
karena itu perlu menyingkirkan kemungkinan retardasi mental.
PEMERIKSAAN YANG DILAKUKAN
Penegakan diagnosis Autis adalah
melalui diagnosis klinis atau hanya bersarkan pengamatan langsung dan tidak
langsung (melalui wawancara orang tua atau anamnesa). Sehingga dalam penegakkan
diagnosis autis sebenarnya tidak harus menggunakan pemeriksaan laboratorium
yang sangat banyakl dan sanngat mahal. Tidak ada satupun pemeriksaan medis yang
dapat memastikan suatu diagnosis Autism pada anak. Tetapi terdapat beberapa
pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis yang dapat digunakan sebagai dasar
intervensi dan strategi pengobatan. Sehingga pemeriksaan penunjang laboratorium
hanyal untuk kepentiangan strategi penatalaksanaan semata dan bukan sebagai
alat diagnosis
Bila terdapat gangguan
pendengaran harus dilakukan beberapa pemeriksaan Audio gram and Typanogram. EEG
untuk memeriksa gelombang otak yang mennujukkan gangguan kejang, diindikasikan
pada kelainan tumor dan gangguan otak.. Pemeriksaan lain adalah skrening
gangguan metabolik, yang dilakukan adalah pemeriksaan darah dan urine untuk
melihat metabolisme makanan di dalam tubuh dan pengaruhnya pada tumbuh kembang
anak. Beberapa spectrum autism dapat disembuhkan dengan diet khusus.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
dan CAT Scans (Computer Assited Axial Tomography): sangat menolong untuk
mendiagnosis kelainan struktur otak, karena dapat melihat struktur otak secara
lebih detail. Pemeriksaan genetic dengan melalui pemeriksaan darah adalah untuk
melihat kelainan genetik, yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan.
Beberapa penelitian menunjukkkan bahwa penyandang autism telah dapat ditemukan
pola DNA dalam tubuhnya.
OBSERVASI SECARA LANGSUNG
Untuk dapat melakukan penilaian
yang cermat tentang penyimpangan perilaku pada anak sangat penting dilakukan
observasi secara langsung. Observasi secara langsung ini meliputi interaksi
langsung, penilaian fungsional dan penilaian dasar bermain.
Observasi langsung yangs erring
dilakukan adalah dengan melakukan interaksi langsung dengan anak dan diikuti
dengan wawancara terhadap orangtua dan keluarga. Informasi tentang emosi anak,
sosial, komunikasi, kemampuan kognitif dapat dilakukan secara bersamaan melalui
interaksi langsung, observasi dalam berbagai situasi, dan wawancara atau
anamnesa dengan orangtua dan pengasuhnya. Orang tua dan anggota lainnya harus
ikut aktif dalam penilaian tersebut. .
Observasi langsung lainnya adalah
dengan melakukan penilaian fungsional. Tujuan penilaian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana bisa terjadi perubahan perilaku seperti perilaku gerakan
yang aneh, perilaku bicara yang khas dan sebagainya. Berdasarkan pertimbangan
itu bahwa perubahan perilaku adalah suatu cara untuk berkomunikasi dengan
lingkungan. Penilaian fungsional termasuk wawancara, observasi langsung dan
interaksi secara langsung untuk mengetahui apakah anak menderita autism atau
dikaitkan ketidakmampuan dalam komunikasi melalui perilaku anak.Penilaian
secara fungsional ini akan membantu dalam perencanaan intervensi atau terapi
okupasi yang harus diberikan.
Penilaian dasar bermain juga
merupakan observasi langsung yang penting untuk dilakukan. Penilaian ini
melibatkan orang tua, guru, pengasuh atau anggota keluarga lainnya untuk
mengamati situasi permainan yang dapat memberikan informasi hubungan sosial,
eomosional, kognitif dan perkembangan komunikasi. Dengan mengetahui kebiasaan
belajar anak dan pola interaksi melalui penilaian permainan, pengobatan secara
individual dapat direncanakan.
PERANAN ORANG TUA DAN DOKTER DALAM DETEKSI DINI
Dalam perkembangannya menjadi
manusia dewasa, seorang anak berkembang melalui tahapan tertentu. Diantara
jenis perkembangan, yang paling penting untuk menentukan kemampuan intelegensi
di kemudian hari adalah perkembangan motorik halus dan pemecahan masalah
visuo-motor, serta perkembangan berbahasa. Kemudian keduanya berkembang menjadi
perkembangan sosial yang merupakan adaptasi terhadap lingkungan. Walaupun
kecepatan perkembangan setiap anak berbeda-beda, kita harus waspada apabila
seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan atau penyimpangan
perkembangan. Untuk mendeteksi keterlambatan khususnya gangguan , dapat
digunakan 2 pendekatan :
Memberikan peranan kepada orang
tua, nenek, guru atau pengasuh untuk melakukan deteksi dini dan melaporkan
kepada dokter bila anak mengalami keterlambatan atau gangguan perkembangan dan
perilaku. Kerugian cara ini adalah bahwa orang tua sering menganggap bahwa anak
akan dapat menyusul keterlambatannya dikemudian hari dan cukup ditunggu saja.
Misalnya bila anak mengalami keterlambatan bicara, nenek mengatakan bahwa ayah
atau ibu juga terlambat bicara, atau anggapan bahwa anak yang cepat jalan akan
lebih lambat bicara. Kadang-kadang disulitkan oleh reaksi menolak dari orang
tua yang tidak mengakui bahwa anak mengalami keterlambatan bicara
Pendekatan lainnya adalah dengan
deteksi aktif yang dapat dilakukan dokter atau dokter spesialis anak. Deteksi
aktif ini dengan membandingkan kemampuan seorang anak dapat melakukan
peningkatan perkembangan yang sesuai dengan baku untuk anak seusianya. Pendekatan kedua
juga mempunyai kelemahan yaitu akan terlalu banyak anak yang diidentifikasi
sebagai "abnormal" karena banyak gangguan perilaku penyandang autis
pada usia di bawah 2 tahun juga dialami oleh penyandang yang normal. Sehingga
beberapa klinisi bila kurang cermat dalam melakukan deteksi aktif ini dapat
mengalami keterlambatan dalam penegakkan diagnosis.
Tampaknya peranan orangtua
sangatlah penting dalam mendeteksi gejala autis sejak dini. Orangtua harus peka
terhadap perkembangan anak sejak lahir. Kepekaan ini tentunya harus ditunjang
dengan peningkatan pengetahuan tentang perkembangan normal pada anak sejak
dini. Informasi tersebut saat ini sangat mudah didapatkan melalui media cetak
seperti buku kesehatan populer, koran, tabloid, majalah dan media elektronik
seperti televisi, internet dan sebagainya. Orang tua juga harus peka terhadap
kecurigaan orang lain termasuk pengasuh, nenek, kakek karena mereka sedikitnya
telah mempunyai pengalaman dalam perawatan anak.
Peranan orang tua untuk
melaporkan kecurigaannya dan peran dokter untuk menanggapi keluhan tersebut
sama pentingnya dalam penatalaksanaan anak. Bila dijumpai keterlambatan atau
penyimpangan harus dilakukan pemeriksaan atau menentukan apakah hal tersebut
merupakan variasi normal atau suatu kelainan yang serius. Jangan berpegang pada
pendapat :"Nanti juga akan membaik sendiri" atau "Anak
semata-mata hanya terlambat sedikit" tanpa pemeriksaan yang cermat. Akibat
yang terjadi diagnosis yang terlambat dan penatalaksanaan yang semakin sulit.
Langkah yang harus dilakukan adalah dengan melakukan uji tapis atau skrening
gangguan perilaku atau autis pada anak yang dicurigai yang dapat dilakukan oleh
dokter.
Kemampuan penilaian skrening
Autis ini hendaknya juga harus dipunyai oleh para dokter umum atau khususnya
dokter spesialis anak. Dokter hendaknya harus cermat dalam melakukan penilaian
skrening tersebut. Bila mendapatkan konsultasi dari orangtua pasien yang
dicurigai Autis atau gangguan perilaku lainnya sebaiknya dokter tidak melakukan
penilaian atau advis kepada orangtua sebelum melakukan skrening secara cermat.
Banyak kasus dijumpai tanpa pemeriksaan dan penilaian skrening Autis yang
cermat, dokter sudah berani memberikan advis bahwa masalah anak tersebut adalah
normal dan nantinya akan membaik dengan sendirinya. Hambatan lainnya yang
sering dialami adalah keterbatasan waktu konsultasi dokter, sehingga pengamatan
skrening tersebut kadang sering tidak optimal. Orang tua sebaiknya tidak
menerima begitu saja advis dari dokter bila belum dilakukan skrening Autis
secara cermat. Bila perlu orangtua dapat melakukan pendapat kedua kepada dokter
lainnya untuk mendapatkan konfirmasi yang lebih jelas.
Sebaliknya sebelum cermat
melakukan penilaian, dokter sebaiknya tidak terburu-buru memvonis diagnosis
Autis terhadap anak. Overdiagnosis Autis kadang menguntungkan khususnya dalam
intervensi dini, tetapi dilain pihak juga dapat merugikan khususnya dalam
menghadapi beban psikologis orang tua. Orangtua tertentu yang tidak kuat
menghadapi vonis autis tersebut kadangkala akan menjadikan overprotected atau
overtreatment kepada anaknya. Selain itu keadaan seperti itu dapat meningkatkan
beban biaya pengobatan anak. Bukan menjadi rahasia lagi, bahwa orangtua
penyandang Autis sangat banyak mengeluarkan biaya konsultasi pada berbagai
dokter, terapi okupasi, pemeriksaan laboratorium yang kadang mungkin belum
perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. American of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities. Technical
Report : The Pediatrician's Role in Diagnosis and Management of Autistic
Spectrum Disorder in Children. Pediatrics !107 : 5, May 2001)
2. Anderson S, Romanczyk R: Early intervention for young children with autism:
A continuum-based behavioral models. JASH 1999; 24: 162-173.
3. APA: Diagnostic and statistic manual of mental disorders. 4th ed. Washington, DC:
American Psychiatric Association; 1994.
4. Bettelheim B: The Empty Fortress: Infantile Autism and the Birth of the
Self. New York, NY: Free
5. Buka SL, Tsuang MT, Lipsitt LP: Pregnancy/delivery
complications and psychiatric diagnosis. A prospective study. Arch Gen Psychiatry
1993 Feb; 50(2): 151-6.
6. Burd L, Kerbeshian J: Psychogenic and neurodevelopmental factors in autism.
J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1988 Mar; 27(2): 252-3.
7. Burd L, Severud R, Kerbeshian J, Klug MG: Prenatal and perinatal risk
factors for autism. J Perinat Med 1999; 27(6): 441-50.
8. Cohen DJ, Volkmar FR: Handbood of Autism and Pervasive Developmental
Disorders. NY: Wiley; 1996.
9. Horvath K, Papadimitriou JC, Rabsztyn A, et al: Gastrointestinal
abnormalities in children with autistic disorder. J Pediatr 1999 Nov; 135(5):
559-63.
10. Johnson MH, Siddons F, Frith U, Morton J: Can autism be predicted on the
basis of infant screening tests? Dev Med Child Neurol 1992 Apr; 34(4): 316-20.
11. Lainhart JE, Piven J: Diagnosis, treatment, and neurobiology of autism in
children. Curr Opin Pediatr 1995 Aug; 7(4): 392-400.
12. Lovaas I: The Autistic Child: Language Development through Behavior
Modification. NY: Irvington
Press; 1977.
13. Lovaas OI, Koegel RL, Schreibman L: Stimulus overselectivity in autism: a
review of research. Psychol Bull 1979 Nov; 86(6): 1236-54.
14. Poustka F, Lisch S, Ruhl D, et al: The standardized diagnosis of autism,
Autism Diagnostic Interview- Revised: interrater reliability of the German form
of the interview. Psychopathology 1996; 29(3): 145-53.
15. Singer HS: Pediatric movement disorders: new developments. Mov Disord 1998;
13 (Suppl 2): 17.
16. Skjeldal OH, Sponheim E, Ganes T, et al: Childhood autism: the need for
physical investigations. Brain Dev 1998 Jun; 20(4): 227-33.
17. Teitelbaum P, Teitelbaum O, Nye J, et al: Movement analysis in infancy may
be useful for early diagnosis of autism. Proc Natl Acad Sci U S A 1998 Nov 10;
95(23): 13982-7.
18. Volkmar FR: DSM-IV in progress. Autism and the pervasive developmental disorders.
Hosp Community Psychiatry 1991 Jan; 42(1): 33-5.
19. Volkmar FR, Cicchetti DV, Dykens E, et al: An evaluation of the Autism
Behavior Checklist. J Autism Dev Disord 1988 Mar; 18(1): 81-97.
20. Volkmar FR, Cohen DJ: Neurobiologic aspects of autism. N Engl J Med 1988
May 26; 318(21): 1390-2.
21. Vostanis P, Smith B, Chung MC, Corbett J: Early detection of childhood
autism: a review of screening instruments and rating scales. Child Care Health
Dev 1994 May-Jun; 20(3): 165-77.
22. Vostanis P, Nicholls J, Harrington R: Maternal expressed emotion in conduct
and emotional disorders of childhood. J Child Psychol Psychiatry 1994 Feb;
35(2): 365-76.
23. Werner E, Dawson G, Osterling J, Dinno N: Brief report: Recognition of
autism spectrum disorder before one year of age: a retrospective study based on
home videotapes. J Autism Dev Disord 2000 Apr; 30(2): 157-62.
24. Wilkerson DS, Volpe AG, Dean RS, Titus JB. Perinatal complications as
predictors of infantile autism. Int J Neurosci 2002 Sep;112(9):1085-98
25. Yirmiya N, Sigman M, Freeman BJ: Comparison between diagnostic instruments
for identifying high- functioning children with autism. J Autism Dev Disord
1994 Jun; 24(3): 281-91